Siapa pun yang pernah memiliki kebiasaan buruk tahu betapa sulitnya menghentikannya. Alasannya adalah tindakan berulang, awalnya terkait dengan beberapa jenis hadiah nyata atau yang dirasakan, seiring waktu mengubah cara otak kita terhubung untuk bekerja. Kebiasaan buruk menjadi otomatis, bahkan ketika tindakan itu merugikan kita atau kita tidak lagi ingin melakukannya.
Perubahan Koneksi Otak Normal Terkait dengan Gangguan Makan
Sekarang sebuah studi baru yang menarik menunjukkan bahwa serabut saraf yang sama, atau sirkuit otak, yang terlibat dalam pembentukan kebiasaan juga bisa salah pada orang dengan gangguan makan. Temuan ini dapat membantu menjelaskan mengapa gangguan makan begitu sering resisten terhadap kekuatan kemauan saja. Mereka juga dapat membantu menunjukkan cara pendekatan yang lebih baik untuk mengobati gangguan makan, menyarankan strategi yang menyesuaikan sirkuit otak yang sebenarnya dengan cara yang bermanfaat.
Temuan terbaru ini, diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine , berasal dari Casey Halpern yang didukung NIH, Fakultas Kedokteran Perelman Universitas Pennsylvania, Philadelphia, dan Cara Bohon, Fakultas Kedokteran Universitas Stanford, Stanford, CA.
Halpern, Bohon, dan rekan tertarik pada semakin banyak bukti yang menghubungkan perilaku kebiasaan dengan kondisi kesehatan mental, terutama gangguan dan kecanduan penggunaan zat. Tapi yang paling menggelitik mereka adalah bukti terbaru yang juga menunjukkan kemungkinan peran perilaku kebiasaan dalam munculnya gangguan makan.
Untuk melihat lebih dalam sirkuit kompleks yang mendasari pembentukan kebiasaan dan setiap perubahan di sana yang mungkin terkait dengan gangguan makan, mereka memanfaatkan kumpulan data yang sangat banyak dari Human Connectome Project (HCP ) yang didanai NIH. Itu selesai beberapa tahun yang lalu dan sekarang berfungsi sebagai sumber online yang berharga bagi para peneliti.
HCP menawarkan peta pengkabelan mendetail dari otak manusia normal. Ini menggambarkan semua koneksi saraf struktural dan fungsional berdasarkan analisis cermat dari ratusan pemindaian otak beresolusi tinggi. Koneksi ini kemudian dilapisi dengan jenis data genetik, perilaku, dan lainnya. Peta yang luar biasa ini sekarang memungkinkan para peneliti untuk mengeksplorasi dan terkadang mengungkap akar dari kondisi kesehatan saraf dan mental dalam triliunan koneksi otak.
Dalam studi baru, Halpern, Bohon, dan rekan melakukan hal itu. Pertama, mereka menggunakan metode pemetaan canggih dalam 178 pindaian otak dari data HCP untuk menemukan bagian kunci dari wilayah otak yang disebut striatum, yang dianggap terlibat dalam pembentukan kebiasaan. Apa yang benar-benar ingin mereka ketahui adalah apakah sirkuit yang beroperasi di dalam striatum diubah dalam beberapa cara pada orang dengan gangguan makan berlebihan atau bulimia nervosa .
Untuk mengetahuinya, para peneliti merekrut 34 wanita yang memiliki kelainan makan dan, dengan persetujuan mereka, mencitrakan otak mereka menggunakan berbagai teknik. Dua puluh satu peserta didiagnosis dengan gangguan pesta makan, dan 13 orang menderita bulimia nervosa. Untuk tujuan perbandingan, para peneliti mengamati sirkuit otak yang sama pada 19 sukarelawan sehat.
Kedua kelompok itu dinyatakan serupa dalam hal usia, berat, dan fitur lainnya. Namun para peneliti menduga mereka mungkin menemukan perbedaan antara kelompok sehat dan mereka yang memiliki gangguan makan di sirkuit otak yang diketahui memiliki kaitan dengan perilaku kebiasaan. Dan, memang, mereka melakukannya.
Dibandingkan dengan otak “tipikal”, orang-orang dengan kelainan makan menunjukkan perubahan mencolok dalam konektivitas sebagian striatum yang dikenal sebagai putamen . Itu sangat penting karena putamen dikenal karena perannya dalam pembelajaran dan kontrol gerakan, termasuk penghargaan, pemikiran, dan kecanduan. Terlebih lagi, perubahan yang diamati pada koneksi dan sirkuit otak di area otak utama ini lebih terlihat pada orang yang gejala gangguan makan dan makan emosional lebih sering dan parah.
Dengan menggunakan metode pencitraan otak lainnya pada 10 sukarelawan (delapan dengan gangguan pesta makan dan dua kontrol yang sehat), para peneliti juga menghubungkan perubahan dalam sirkuit otak pembentuk kebiasaan tersebut dengan reseptor protein tingkat tinggi yang merespons dopamin. Dopamin adalah pembawa pesan kimia penting di otak yang terlibat dalam kesenangan, motivasi, dan pembelajaran. Mereka juga mengamati pada mereka yang mengalami gangguan makan, perubahan struktural dalam arsitektur lapisan luar otak yang terlipat padat yang dikenal sebagai materi abu-abu.
Meskipun masih banyak yang harus dipelajari, para peneliti mencatat bahwa temuan tersebut dapat mengarah pada perawatan di masa depan yang bertujuan untuk memodifikasi sirkuit otak dengan cara yang bermanfaat. Memang, Halpern telah memiliki hasil awal yang menggembirakan dari uji klinis kecil yang didanai NIH yang menguji kemampuan stimulasi otak dalam (DBS ) pada orang dengan gangguan pesta makan untuk mengganggu sinyal yang mendorong keinginan makan di bagian lain otak yang terkait dengan penghargaan dan motivasi. , yang dikenal sebagai nukleus accumbens. Di DBS, dokter menanamkan alat seperti alat pacu jantung yang mampu memberikan impuls listrik terapeutik yang tidak berbahaya jauh ke dalam otak, yang bertujuan untuk mengatur ulang sirkuit abnormal yang mendorong gangguan makan atau gejala atau perilaku mengganggu lainnya.
Tetapi temuan terbaru yang dipublikasikan di Science Translational Medicine sekarang menyarankan sirkuit otak lain yang dipetakan sebagai target DBS yang berpotensi menguntungkan untuk mengatasi pesta makan, bulimia nervosa, atau gangguan makan lain yang mengubah hidup dan sulit diobati. Mereka juga pada akhirnya mungkin memiliki implikasi untuk mengobati kondisi lain yang melibatkan berbagai bentuk perilaku kompulsif lainnya.
Temuan ini seharusnya menjadi sumber harapan bagi keluarga dan teman jutaan orang Amerika—banyak dari mereka anak muda—yang berjuang melawan gangguan makan. Temuan ini juga berfungsi sebagai pengingat penting bagi kita semua bahwa, terlepas dari kesalahpahaman umum bahwa gangguan makan adalah pilihan gaya hidup, kondisi ini sebenarnya merupakan masalah kesehatan mental yang kompleks dan serius yang didorong oleh perubahan mendasar pada sirkuit yang mendasari otak.
Menemukan cara baru dan lebih efektif untuk mengobati gangguan makan yang serius dan perilaku kompulsif lainnya adalah suatu keharusan. Ini akan membutuhkan upaya berkelanjutan yang sama seriusnya untuk mengungkap penyebab mendasarnya dan menemukan cara untuk mengubah arahnya — dan studi baru ini merupakan langkah yang menggembirakan ke arah itu.